Dalam kitab Al-Hikam, Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari mengajarkan hikmah-hikmah mendalam tentang perjalanan hati seorang hamba menuju Allah. Salah satu pelajaran penting yang sering disalahpahami adalah sikap kita terhadap keburukan dunia. Seorang salik (penempuh jalan Allah) tidak seharusnya kaget, kecewa berlebihan, atau goyah imannya hanya karena melihat keburukan, kezaliman, dan kerusakan yang terjadi di dunia.
Dunia ini sejak awal diciptakan sebagai tempat ujian, bukan tempat balasan. Maka wajar jika di dalamnya terdapat:
Ibnu ‘Athaillah mengingatkan bahwa kaget terhadap keburukan dunia menunjukkan ketidaktahuan kita terhadap hakikat dunia itu sendiri. Jika kita berharap dunia selalu bersih, adil, dan menenangkan, berarti kita salah menempatkan harapan.
Hakikat Dunia Menurut Al-Hikam
Karena itu, ketika seseorang terkejut dengan keburukan dunia, sesungguhnya ia sedang berkata dalam hatinya: “Aku mengira dunia akan berjalan sesuai keinginanku.” Padahal Allah tidak pernah menjanjikan demikian.
Keburukan Dunia Bukan Tanda Allah Membenci
Salah satu kesalahan besar adalah mengira bahwa keburukan dunia adalah tanda murka Allah. Padahal sering kali:
-
Keburukan menjadi cermin kelemahan diri
-
Musibah menjadi pintu kedekatan dengan Allah
-
Kecewa kepada dunia menjadi awal keikhlasan
Ibnu ‘Athaillah menuntun kita agar tidak sibuk bertanya “mengapa dunia begini?”, tetapi bertanya:
“Apa yang Allah kehendaki dariku melalui kejadian ini?”
Sikap Orang Arif
Orang yang arif tidak heran dengan keburukan dunia, karena ia tahu:
-
Dunia memang tidak setia
-
Manusia memang lemah
-
Nafsu memang cenderung merusak
Maka hatinya tidak menggantung pada dunia, tetapi bersandar kepada Allah. Ia tetap berbuat baik, meski dunia tidak adil. Ia tetap jujur, meski dunia penuh tipu daya. Inilah tanda hati yang matang secara spiritual.
Penutup
Tidak kaget dengan keburukan dunia bukan berarti membenarkan kejahatan, melainkan memahami posisi dunia yang sebenarnya. Kita diperintahkan memperbaiki, menasihati, dan berjuang melawan keburukan, namun tanpa kehilangan ketenangan hati.
Semakin seseorang mengenal Allah, semakin ia tidak berharap pada dunia. Dan semakin ia tidak berharap pada dunia, semakin tenang hatinya menghadapi apa pun yang terjadi.
“Barang siapa mengenal dunia, ia tidak akan bersedih atas apa yang luput darinya, dan tidak akan terlalu gembira atas apa yang ia dapatkan.”